MENGENAL
PURA
LUHUR PUNCAK LES
MENGUNGKAP
ASAL-USUL UMAT MANUSIA DAN KEHIDUPAN DI BUMI
DESA
PAKRAMAN ANGSERI
DESA
ANGSERI – KECAMATAN BATURITI
KABUPATEN
TABANAN
PROPINSI
BALI
PENGANTAR
Puji syukur saya persembahkan ke
hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa dan kepada leluhur kita, karena berkat restu
Beliau penulisan ini bisa terlaksana walaupun tentunya masih banyak yang harus
disempurnakan.
Penulisan ini saya rasa penting,
guna ikut serta mengungkap apa sebenarnya pulau Bali ini. Pulau Bali yang
selalu disanjung sebagai barometer dunia ditinjau dari berbagai segi, dan
bahkan Bali diibaratkan setitik gula yang selalu menjadi rebutan utamanya para
pemodal yang ingin mengeksploitasi dengan berbagai kepentingan yang ada di
dalamnya.
Penulisan “MENGENAL : PURA LUHUR PUNCAK LES” saya rasa sangat penting karena
dari pengalaman mengikuti perjalanan spiritual yang tidak terduga, ada beberapa
pawisik maupun bebawosan yang mengisyaratkan bahwa Bali merupakan kunci / inti
dunia. Dari bebawosan berikutnya
terungkap bahwa suatu tempat suci yaitu Puncak Les (Pura Luhur Puncak Les)
merupakan sumber atau sentral dari kehidupan di bumi dan ini ada di daerah
Tabanan, tepatnya di Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti,
Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.
Pada tahun 2008 atas perintah
berupa bebawosan Ida Bhatara Pucak
Adeng, diperkuat lagi oleh bebawosan
Ida Bhatara Pucak Terate Bang, kami disuruh untuk menyusun sejarah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, selanjutnya supaya menginformasikan kepada
masyarakat melalui pemerintahan yang ada. Kami melaksanakan perintah tersebut dalam
tahun 2008, ditujukan mulai kepada Bendesa Adat Desa Pakraman Angseri, Perbekel
Desa Angseri, Camat Baturiti, Ketua PHDI Kec.Baturiti, Majelis Alit
Kec.Baturiti, Bupati Tabanan, Ka.Kandepag.Kab.Tabanan,
Ka.Disbudpar.Kab.Tabanan, Ketua PHDI Kab.Tabanan, majelis Madya Kab.Tabanan,
Gubernur Bali, Ka.Kanwil.Depag.Prop.Bali, Ka.Disbud.Prop.Bali, Ketua PHDI
Prop.Bali, Majelis Agung Prop.Bali, Ketua PHDI Pusat Jakarta dan Dirjen Bimas
Hindu Kementerian Agama Republik Indonesia di Jakarta.
Dalam tahun 2008 pula
dilaksanakan renovasi terhadap 2(dua) pelinggih yang sebelumnya berupa
bebaturan yang sangat sederhana selanjutnya dibuat lebih tinggi , yaitu
pelinggih Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya dan pelinggih utama Ida Sanghyang
Achintya.
Semoga tulisan yang singkat ini
ada manfaatnya.
Penulis,
Mengenal
PURA LUHUR PUNCAK LES
1. Gambaran
Umum
Bali
Pulau Surga, Bali Pulau Dewata, Bali Pulau Seribu Pura dan berbagai sebutan
lainnya sebagai suatu pujian telah diberikan kepada Pulau Bali. Akan tetapi
tidak begitu banyak yang mengerti atau bahkan tidak begitu banyak yang berusaha
untuk memahami tentang mengapa berbagai sebutan itu diberikan kepada Pulau
Bali. Adakah yang melatarbelakangi sehingga sebutan itu bisa melekat pada Pulau
Bali, ataukah itu hanya sekedar sebutan yang dimunculkan karena ada suatu
kepentingan tertentu atau erat berhubungan dengan program pengembangan Pulau
Bali sebagai daerah tujuan pariwisata dunia ?
Terlepas daripada apa yang
melatarbelakangi adanya penyebutan tersebut, bagi orang-orang penekun spiritual
sampai tingkat dunia sekalipun sering mencurahkan perasaan atau mata bathinnya,
bahwa daya magis tanah Bali lebih tinggi daripada India dan bahkan daya magis
tanah Bali disebutkan tertinggi di dunia. Mengapa ?
Ada juga sebuah informasi yang
kiranya cukup menarik untuk ditelaah, bahwa berdasarkan hasil pemotretan dari
luar angkasa disebutkan di bumi ada suatu titik sinar yang terang dan paling
terang di antara sinar yang lainnya. Konon penemuan sinar tersebut selanjutnya
ditelusuri dan dianalisa, ternyata sinar tersebut mengarah pada Pulau Bali.
Mengapa dan wilayah Pulau Bali yang dibagian mana ? Ada yang mengatakan sinar
itu ada di bagian Bali Timur, dan bahkan sudah disimpulkan sinar itu di daerah
Pura Lampu Hyang (Lempuyang). Benarkah ? Tidakkah sinar yang ditemukan itu ada
sumbernya, dan kalau benar demikian sumbernya ada di mana ? Sampai saat ini
penulis menganggap masih sebagai suatu misteri yang mesti ditelusuri dan dikaji
lebih mendalam, baik melalui pustaka atau bacaan yang ada maupun secara
spiritual yang selanjutnya bisa dipadukan. Utamanya melalui penelusuran
spiritual, tentunya hal ini harus dilandasi dengan keheningan dan kejernihan
pemikiran dengan melepaskan berbagai kepentingan yang ada.
Pulau “Bali” kalau kita simak
maknanya dapat berarti “banten”, ada juga yang memaknai “wali”, di sisi yang
lain ada yang memaknai tempat untuk “ke-m-(bali). Kalau kita simak sejarah dari
perjalanan orang-orang suci dahulu seperti Rsi Markhandeya, Mpu Kuturan,
Danghyang Nirartha, Danghyang Dwijendra yang telah menyelesaikan seluruh
rangkaian perjalanan suci Beliau di Bali. Hal ini menandakan bahwa betapa
tingginya nilai dan daya tarik Bali sehingga para orang suci dahulu sangat
berkepentingan datang ke Bali, baik untuk melaksanakan penataan tentang
konsep-konsep Hindu seutuhnya, mengadakan perjalanan suci (tirthayatra), maupun
sekaligus untuk mengakhiri perjalanan suci Beliau yaitu moksah.
Sehubungan dengan uraian beberapa
hal tersebut di atas, penulis mencoba memaparkan sisi lain Pulau Bali
berdasarkan pengalaman dari suatu perjalanan spiritual yang tidak terduga
bersama seorang penekun spiritual (Pan Mina) dari Desa Pakraman Angseri yang
langsung berlaksana sesuai dengan pawisik,
perintah berupa bebawosan yang beliau
dapatkan. Seperti halnya perintah untuk mendirikan tempat suci (linggih)
sebagai cikal bakal berdirinya suatu pura, maupun hal lainnya yang berhubungan
dengan berbagai upacara yang menyertainya.
Fakta dari suatu perjalanan
spiritual, kami temukan adanya bangunan tempat suci berupa rangkaian pelinggih
yang masih sangat sederhana, sesuai dengan bebawosan
sunya disebut pura yang baru boleh dipublikasikan sejak tahun 2000 Masehi.
Sebagai suatu tempat suci yang terdiri dari sejumlah rangkaian pelinggih disebut
dengan Pura Luhur Puncak Les.
2. Sejarah
Berdirinya Pura Luhur Puncak Les
Telah terjadi tiga kali perubahan
nama sebelum penetapan nama rangkaian pelinggih menjadi Pura Luhur Puncak Les.
Sejarah berdirinya linggih (pura) dimulai dengan prosesi nanceb turus lumbung pada tahun 1984. Prosesi ini dimulai berdasarkan
perintah bebawosan dari Ida Bhatara
Pucak Adeng. Adapun tahapan-tahapan prosesi ritual yang dilaksanakan sampai
terwujudnya Pura Luhur Puncak Les, adalah sebagai berikut :
Pertama tahun 1984, prosesi nanceb turus lumbung dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk di pinggiran Tukad Dekah. Setelah nanceb turus lumbung, seiring dengan perjalanan waktu selama enam
bulan, ada perintah lagi dari Ida Bhatara Pucak Adeng. Beliau mengamanatkan
agar penggunaan pelinggih turus lumbung
diganti dengan pelinggih bebaturan
walaupun tampilannya sangat sederhana. Selanjutnya pelinggih yang berupa
bebaturan tersebut supaya diberi nama Linggih
Tengah Saru, yang bermakna linggih inti (utama) yang masih tersembunyi.
Atas bebawosan Ida Bhatara Pucak
Adeng, linggih tersebut tidak boleh disebarluaskan kepada masyarakat (umum)
sebelum waktunya. Pan Mina sebagai pengawit
nanceb turus lumbung senantiasa diharapkan selalu mengikuti perintah dan
petunjuk Ida Bhatara, baik menyangkut pembangunan pelinggih berikutnya maupun
upacara serta prinsip-prinsip / geguwat
sunya yang mesti dilaksanakan.
Tahun 1987 dilaksanakan upacara
pemelaspasan semua pelinggih yang berbentuk bebaturan yang sangat sederhana,
seperti pelinggih Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya yang berada di ujung
selatan areal Puncak Les dan pelinggih Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih
yang berada di ujung utara areal Puncak Les. Kedua pelinggih tersebut berstatus
pelinggih Rwa Bhineda. Di dalam areal utama berdiri beberapa pelinggih di
antaranya pelinggih utama Ida Sanghyang Achintya (Ida Bhatara Siwa Tunggal), pelinggih
Pengingkup, pelinggih Taksu Agung, pelinggih Pucak Blebu/ Pucak Lingga Jati, pelinggih
Munduk Tegeh/ Pucak Terate Bang. Juga terdapat pelinggih Ida Bung Karno
(didirikan atas permintaan khusus roh Bung Karno yang sudah mencapai kesucian,
dengan tujuan agar Beliau dapat mengabdi kepada Ida Bhatara di Puncak Les.
Bangunan lain yang juga ikut dipelaspas sebagai bangunan pendukung yaitu Bale
Paruman, Apit Lawang, Bale Pesayuban dan Apit Surang.
Kedua, tahun 1988 atas perintah
dan petunjuk Ida Bhatari Dewi Danu, supaya nama linggih diganti dengan nama Linggih Tengah Segara. Hal ini bermakna
sebagai tempat suci / linggih yang berkedudukan tepat sebagai porosnya bumi.
Ketiga, dalam tahun 1988 pula
atas perintah dan petunjuk Ida Sanghyang Achintya supaya nama linggih diganti
dengan nama Puncak Sila Semana. Nama
ini bermakna tempat utama sebagai tempat untuk duduk bersila melaksanakan yoga
semadhi ngerastitian jagat beserta
segala isinya.
Keempat, dalam tahun 1989 kembali
atas perintah dan petunjuk Ida Sanghyang Achintya, supaya nama linggih diganti
dengan nama Puncak Les Pedabdab Jagat. Untuk mudahnya atas perkenan Beliau,
diperbolehkan menggunakan nama Puncak
Les saja, atau lebih tepat dengan nama Pura
Luhur Puncak Les. Kata “Les” mempunyai makna “inti” atau “utama”, adalah
tempat suci yang merupakan sumber/ sentral kehidupan yang dicari semua umat
manusia maupun semua mahluk hidup di bumi ini.
3. Status
dan Fungsi Pura
Pura Luhur Puncak Les telah
diperkenankan secara resmi untuk dipublikasikan sejak tahun 2000 Masehi. Pura
Luhur Puncak Les sementara diemong oleh beberapa gelintir umat yang meyakini
akan keberadaan tempat suci (pura) tersebut. Sebagai pengempon dan sekaligus
sebagai penganceng adalah Puri Simpangan, Pejaten – Tabanan.
Berdasarkan pawisik/ bebawosan dari Beliau yang bersthana di Pura Luhur Puncak
Les yaitu Ida Sanghyang Achintya (Ida Bhatara Siwa Tunggal), bahwa Pura Luhur
Puncak Les merupakan puncak dari seluruh rangkaian pucak tempat suci yang ada,
baik tempat suci yang sudah terpublikasikan maupun yang belum terpublikasikan.
Untuk lingkup Desa Angseri ada
beberapa pura dengan status dan fungsi sebagai penyungsungan jagat yang belum
terpublikasikan/ belum dikenal oleh masyarakat luas, diantaranya Pura Luhur
Pucak Asah/ Natar Agung Pucak Tapak juga di Desa Pakraman Angseri.
Di wilayah Kabupaten Tabanan
tempat suci yang sudah terpublikasikan dan menjadi sungsungan jagat (Kahyangan
Jagat) diantaranya Pura Batukaru (Pucak Kedaton), Pura Pucak Terate Bang
(Munduk Tegeh), Pura Ulun Danu Beratan (Pucak Beratan), Pura Pucak Resi (Pucak
Sangkur), Pura Pucak Pengungangan, Pura Pucak Sari, Pura Pucak Tinggah, Pura
Pucak Sri Nadhi, Pura Pucak Padang Dawa, Pura Natar Sari, Pura Tamba Waras,
Pura Besi Kalung, Pura Pucak Petali, Pura Srijong, Pura Pakendungan, Pura Tanah
Lot dan lainnya.
Di wilayah Bali sebagai Pura
Kahyangan Jagat yang sudah terpublikasikan diantaranya Pura Pucak Mundi, Pura
Goa Giri Putri, Pura Dalem Ped (Penataran Ped) semuanya di Nusa Penida. Di Bali
daratan diantaranya Pura Dalem Puri, Pura Besakih dan Pura-Pura yang ada di
lingkungannya seperti Pura Gelap, Pura Ulun Kul Kul dan lainnya, Pura Luhur
Lempuyang, Pura Andakasa, Pura Melanting, Pura Goa Lawah, Pura Uluwatu, Pura
Ulun Danu Batur, Pura Ponjok Batu, Pura Rambut Siwi, Pura Segara Rupek, Pura
Pulaki. Di luar Bali ada Pura Gunung Semeru/ Pura Mandara Giri Semeru Agung,
Pura Gunung Bromo (Jawa Timur), Pura Gunung Rinjani (Lombok – NTB), Pura Gunung
Salak (Jawa Barat) dan lainnya di Indonesia.
Untuk di tingkat dunia (sesuai
dengan pawisik/ bebawosan Ida
Sanghyang Achintya) dan ini pantas menjadi renungan kita bersama, bahwa
tempat-tempat yang disebut sebagai pusat penyebaran agama seperti halnya agama
Hindu di India, agama Islam di Mekkah (Arab), agama Budha di Thailand, agama
Kristen di Italia, agama Kong Hu Chu di Cina semuanya bermula dengan sentral Bali
yaitu Puncak Les.
Manusia sebagai mahluk ciptaan
Hyang Tunggal melalui pertemuan kekuatan Rwa Bhineda adalah yang paling
sempurna, diharapkan akan mampu memahami tentang makna “Sangkan Paraning Dumadi”. Kehidupan pada hakekatnya berasal dari
suatu sumber dan kehidupan akan kembali pada sumber tersebut. Sumber tersebut
menurut hemat penulis tiada lain adalah
Puncak Les (Pura Luhur Puncak Les).
4. Gambaran
Lokasi Pura
Pura Luhur Puncak Les secara
territorial termasuk wilayah Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri, Kecamatan
Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Dari kota Tabanan berjarak lebih
kurang 22 kilometer, dapat melewati dua jalur yaitu : (1) melalui jalur
Kecamatan Penebel lewat Desa Senganan, dan (2) melalui jalur Kecamatan Marga
melewati Desa Apuan (Kecamatan Baturiti).
Lokasi pura berada di lingkungan
alam yang masih asri dengan hawa yang sejuk, disekelilingnya merupakan daerah
perkebunan. Suhu udara berkisar antara 24 – 32 derajat Celsius pada siang hari
dan antara 18 – 22 derajat Celsius pada malam hari.
Puncak Les sebagai suatu areal
tempat suci, kalau ditinjau dari namanya bukanlah berada di puncak bukit,
melainkan berada pada areal lembah tepatnya di pinggiran Tukad Dekah. Untuk
dapat mencapai lokasi pura ini dapat ditempuh melalui berjalan kaki sejauh
lebih kurang lebih 300 meter dari jalan raya ke utara, atau lebih kurang 600
meter sebelah utara Pura Luhur Pucak Tinggah – Angseri.
Suasana yang sangat hening akan
menanti di lembah dengan daya magis spiritual yang sangat tinggi, dan sangat
cocok untuk melaksanakan yoga semadhi. Berdasarkan penuturan dari pengawit
pembuat linggih, sebelum Beliau yang bersthana di Puncak Les memberikan restu
untuk membangun linggih, konon di lokasi tersebut sangat menakutkan yaitu
sering muncul udara/ hawa gas beracun yang dapat mematikan. Setiap orang yang
berkeinginan melewati lembah tersebut, harus berancang-ancang lari secepat
mungkin. Gas beracun yang setiap saat keluar dari dalam goa tanah akan mengalir
di lembah dan akan meracuni setiap yang lewat di lembah tersebut.
Seiring perjalanan waktu dan atas
perkenan Beliau yang bersthana di Puncak Les untuk mewujudkan linggih di lokasi
tersebut, hawa gas beracun semakin berkurang walaupun sewaktu-waktu keluar dari
goa tanah yang tempat di ujung utara Pura Luhur Puncak Les. Gas tersebut tidak
lagi membahayakan, asalkan kedatangan kita sebagai umat beragama ke lokasi Pura
Luhur Puncak Les berlandaskan keheningan dan kejernihan pemikiran.
5. Gambaran
Formasi Linggih di Pura Luhur Puncak Les
Dari segi palebahan, areal Pura
Luhur Puncak Les terdiri dari Jeroan (Utama Mandala), Jaba Tengah (Madya
Mandala), Jaba Sisi atau Jaba Pisan (Nista Mandala). Pelinggih utama Pura Luhur
Puncak Les berada di Utama Mandala, diabih
oleh pelinggih dengan status putra maupun putu utama. Di pelinggih utama
bersthana Ida Sanghyang Achintya, didampingi oleh pelinggih sthana Ida Bhatari
Lingsir Dalem Sidakarya (tepat di belakang pelinggih utama). Pelinggih pengabih lainnya diantaranya pelinggih
Pucak Terate Bang (Munduk Tegeh) sebagai pelinggih Ida Bhatara Siwa Brahma/ Ida
Bhatara Brahma, pelinggih Pucak Lingga Jati (Pucak Blebu) sebagai pelinggih Ida
Bhatara Siwa Wisnu/ Ida Bhatara Wisnu. Pelinggih lainnya yang ada di Utama
Mandala yaitu linggih Taksu Agung, pelinggih Pengingkup yaitu sebagai pelinggih
penghayatan semua Ida Bhatara yang belum dibuatkan pelinggih khusus. Ada juga pelinggih
Griya Tejung Sari yaitu sebagai pelinggih junjungan para Brahmana dan
Bhujangga. Selain itu ada pelinggih khusus atas permintaan roh suci Bung Karno
yaitu dengan tujuan agar roh suci Beliau bisa melanjutkan pengabdian yang belum
terlaksana pada masa perjuangan dahulu. Beliau sangat berkeinginan untuk selalu
dapat mendekat dan berada di sentral jagat. Cara ini berkaitan erat dengan
konsep Beliau berfikir, berkata dan berbuat/ berlaksana pada masa perjuangan
dahulu. Pencetusan warna merah-putih yang merupakan symbol dua kekuatan (Rwa
Bhineda), penggalian nilai-nilai Pancasila yang disebut-sebut sebagai budaya
asli Indonesia adalah bersumber dari Puncak Les.
Ditinjau dari segi tata letak
bangunan pelinggih di Pura Luhur Puncak Les, pelinggih utama yang ada di
tengah-tengah menghadap ke Utara (arah
kaja/ Gunung) dengan pamedalan agung
menghadap ke Utara pula. Pelinggih lainnya ada yang menghadap ke Utara dan ada
pula yang menghadap ke Barat. Ada dua bangunan pelinggih yang mencerminkan Rwa
Bhineda yaitu pelinggih Predhana (linggih Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya)
berada di ujung selatan areal pura dengan pelinggih dan pamedalannya menghadap
ke Utara (kaja/ gunung). Satu lagi
adalah pelinggih Purusa (linggih Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih) yang
berada di ujung utara dengan pelinggih dan pamedalannya menghadap ke Selatan (Kelod).
6. Pujawali
di Pura Luhur Puncak Les
Pujawali di Pura Luhur Puncak Les
dilaksanakan setiap satu tahun sekali tepatnya pada Purnama Sasih Katiga. Ada
tiga tahapan dan tata cara pelaksanaan pujawali, yaitu : (1) Pertama,
dilaksanakan mapejati (mapekeling)
pujawali yang dilaksanakan pada tiga hari sebelum hari puncak pujawali. Upakara yang digunakan yaitu peras daksina, tipat salaran, canang
pengerawos, soda rayunan dan upakara ini munggah di linggih utama. (2) Kedua, pada hari puncak pujawali
didahului dengan pelaksanaan nangian Ida Bhatara yang bersthana di Pura Luhur
Puncak Les (Ida Sanghyang Achintya/ Ida Bhatara Siwa Tunggal), Ida Bhatara
meraga Rwa Bhineda (Purusa - Predhana) yaitu Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang
Kulputih (Purusa) dan Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya (Predhana) dengan
cara ngelinggihan di pascima. Selanjutnya adalah nangian Ida Bhatara selaku putra utama maupun selaku putu utama (lanang – isteri), yaitu Ida
Bhatara yang bersthana di Pura Luhur Pucak Asah/ Pucak Tapak, Ida Bhatara yang
bersthana di Pura Luhur Pucak Terate Bang/ Munduk Tegeh, Ida Bhatara yang
bersthana di Pura Luhur Pucak Blebu/ Pucak Lingga Jati, Ida Bhatara yang
bersthana di Pura Luhur Pucak Tinggah, dan Ida Bhatara pengingkup lainnya.
Pralingga/ pascima Ida Bhatara
(lanang – isteri) yaitu Ida Bhatara Luhur Pucak Tinggah, Ida Bhatara Luhur
Pucak Terate Bang, Ida Bhatara Luhur Pucak Blebu dan Ida Bhatara pengingkup
lainnya kairing mendak pemucuk Ida
Bhatara di Pura Luhur Pucak Asah (Ida Bhatara Siwa Suci) lanang – isteri,
selanjutnya kairing lunga ke Pura
Luhur Puncak Les. Sampai di Puncak Les, Ida Bhatara masandekan di Bale Paruman, lanjut katuran soda rayunan.
Tahapan berikutnya yaitu Ida
Bhatara (lanang – isteri) sebagai status putra utama maupun putu utama dengan
pemucuk Ida Bhatara Siwa Suci bersama-sama mamendak
Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya (Predhana), kemudian kairing mamendak Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih (Purusa).
Prosesi selanjutnya adalah kairing
bersama-sama ke tengah untuk penunggalan Ida Bhatara maraga Rwa Bhineda.
Selesai prosesi tersebut kembali masandekan
dan katuran soda rayunan. Pascima
linggih Ida Bhatara selanjutnya di tempatkan pada masing-masing pelinggih
Beliau, seperti pascima linggih Ida Bhatara Wisnu ditempatkan pada pelinggih
Pucak Blebu/ Pucak Linggajati dan seterusnya. Pascima linggih Ida Bhatara yang
belum mempunyai pelinggih khusus ditempatkan di Bale Paruman. Setelah Ida
Bhatara melinggih pada linggih Beliau
masing-masing, dilanjutkan dengan nedunan
dan ngelinggihan teteken/ keris
pajenengan luk 21 (selikur) lanang-isteri pada pelinggih Ida Bhatara Siwa
Tunggal yaitu pelinggih di tengah.
Puncak pujawali mulai
dilaksanakan lebih kurang pukul 22.00 wita, diawali dengan persembahan Tari
Wali Rejang dan Baris. Pelaksanaan pujawali, upakara munggah di pelinggih utama dan di Bale Paruman adalah : suci gede, canang pangerawos, tipat salaran,
parebuan auban, tapakan soda rayunan. Sedangkan di pelinggih lainnya
upakara munggah adalah : parebuan auban,
tapakan, soda rayunan. Untuk pararencang/ prekangge Ida Bhatara adalah : segehan agung, segehan macan putih, segehan
buaya putih, segehan hanoman putih, segehan singa putih, segehan naga, segehan
surya, segehan bulan, segehan cakra, segehan durga siyu. Pada pukul 24.00 wita (negdeg tenga lemeng) dilaksanakan upacara pralina yadnya (ngamoksahan
yadnya) dan panyineban, Ida
Bhatara semua katuran mawali ke linggih sunya soang-soang. (3) Tahapan ketiga,
dilaksanakan setelah tiga hari pelaksanaan pujawali, yaitu menghaturkan pamelayagan, dengan upakara munggah di
pelinggih utama yaitu : tipat sidakarya,
tipat bantal, canang meraka, soda rayunan. Dengan pelaksanaan ini maka
seluruh rangkaian pujawali di Pura Luhur Puncak Les sudah selesai.
Memperhatikan pangemong yang ada
saat ini dengan jumlah dan kondisi yang masih sangat terbatas, sehingga
pujawali dilaksanakan dengan penuh kesederhanaan tanpa mengurangi makna dari
pujawali itu sendiri.
7. Pangawit
dan Pangetut Pura Luhur Puncak Les
Tersebutlah seorang penekun
spiritual yang bernama Pan Mina dari Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri,
Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan – Bali. Beliau adalah yang berlaksana
sesuai dengan petunjuk Ida Bhatara, sebagai pangawit
nanceb turus lumbung yang merupakan cikal bakal berdirinya Pura Luhur
Puncak Les. Atas jasa dan peranan Beliau Pan Mina dalam perjalanan spiritualnya
membangun tempat suci berdasarkan petunjuk-petunjuk sunya yang diberikan, maka atas restu Ida Sanghyang Achintya (Ida
Bhatara Siwa Tunggal), Ida Bhatara Pucak Tinggah menganugerahi Beliau gelar
Sumbu Dharma Dewa.
Sebagai pangetut pertama Pura Luhur Puncak Les adalah Prthi Sentana Shri
Arya Sentong Simpangan, Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang
selanjutnya atas restu Beliau di Pura Luhur Puncak Les ditugaskan sebagai penganceng. Sebelum ngetut Pura Luhur
Puncak Les, adalah terlebih dahulu ngetut
Pucak Asah (Pura Luhur Pucak Asah) yang lokasinya juga ada di Desa Pakraman
Angseri, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dalam tahun 2003.
8. P
e n u t u p
Demikian sekilas pemaparan
mengenai Pura Luhur Puncak Les, dan dari uraian di atas dapat penulis simpulkan
bahwa Pura Luhur Puncak Les merupakan sumber/ sentral dari kehidupan di bumi,
adalah sebagai tempat asal mula kehidupan manusia hal mana selanjutnya
kehidupan akan kembali kepada-Nya.
Ditinjau dari segi status dan
fungsi, Pura Luhur Puncak Les adalah merupakan Kahyangan Jagat, dalam hal ini
sebagai pura/ tempat suci Kawitan Jagat. Sudah sepatutnya semua umat beragama
bersujud atau menghaturkan sembah bakti sekaligus memohon ampunan
dihadapan-Nya. Puncak Les (Pura Luhur Puncak Les) adalah tempat/ sthana Ida
Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Sanghyang Achintya.
Beliau adalah Hyang Esa/ Tunggal yang menciptakan manusia laki dan perempuan
pertama kali melalui kekuatan jenyana-Nya. Beliau adalah Penguasa Tunggal di
bumi dan sebagai penentu segalanya. Dari Beliau juga tercipta tiga dasar
kehidupan yang hakiki dalam berlangsungnya kehidupan di bumi, seperti yang kita
rasakan dan nikmati sampai saat ini. Ketiga dasar kehidupan yang dimaksud
adalah Bayu, Sabda dan Idep. Apa yang ada pada diri manusia (Bhuana Alit) sebagai mahluk ciptaan
Beliau yang dianggap paling sempurna maupun mahluk hidup lainnya adalah juga
terdapat di alam semesta (Bhuana Agung).
Secara umum ada beberapa
pantangan yang mesti diperhatikan bagi yang ingin ke Pura Luhur Puncak Les
adalah berlaku umum seperti ke tempat suci lainnya yaitu tidak sedang mengalami
sebel/ cuntaka, dan sejenisnya
seperti menstruasi bagi perempuan. Bagi yang baru pertama sekali napak Pura
Luhur Puncak Les terutama tidak pada saat pujawali/ odalan, utamanya bagi
perempuan tidak diperkenankan untuk berjalan paling depan menuju Pura Luhur
Puncak Les, yaitu guna menghindarkan terjadinya gangguan yang bersifat niskala
dari pararencang.
Harapan penulis, bagi yang ingin
mendalami lebih lanjut agar berlandaskan pikiran yang hening dan penuh kesucian
serta memiliki kemauan yang kuat untuk menelusurinya, tidak semata-mata melalui
penelusuran pustaka/ tattwa, tetapi lebih banyak melalui pendalaman spiritual.-
********************
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking