Dinsdag 07 Mei 2013

Pura Luhur Puncak Les, Desa Pakraman Angseri, Baturiti, Tabanan



MENGENAL
PURA LUHUR PUNCAK LES
MENGUNGKAP ASAL-USUL UMAT MANUSIA DAN KEHIDUPAN DI BUMI




















DESA PAKRAMAN ANGSERI
DESA ANGSERI – KECAMATAN BATURITI
KABUPATEN TABANAN
PROPINSI BALI


PENGANTAR

Puji syukur saya persembahkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa dan kepada leluhur kita, karena berkat restu Beliau penulisan ini bisa terlaksana walaupun tentunya masih banyak yang harus disempurnakan.
Penulisan ini saya rasa penting, guna ikut serta mengungkap apa sebenarnya pulau Bali ini. Pulau Bali yang selalu disanjung sebagai barometer dunia ditinjau dari berbagai segi, dan bahkan Bali diibaratkan setitik gula yang selalu menjadi rebutan utamanya para pemodal yang ingin mengeksploitasi dengan berbagai kepentingan yang ada di dalamnya.
Penulisan “MENGENAL : PURA LUHUR PUNCAK LES” saya rasa sangat penting karena dari pengalaman mengikuti perjalanan spiritual yang tidak terduga, ada beberapa pawisik maupun bebawosan yang mengisyaratkan bahwa Bali merupakan kunci / inti dunia. Dari bebawosan berikutnya terungkap bahwa suatu tempat suci yaitu Puncak Les (Pura Luhur Puncak Les) merupakan sumber atau sentral dari kehidupan di bumi dan ini ada di daerah Tabanan, tepatnya di Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.
Pada tahun 2008 atas perintah berupa bebawosan Ida Bhatara Pucak Adeng, diperkuat lagi oleh bebawosan Ida Bhatara Pucak Terate Bang, kami disuruh untuk menyusun sejarah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, selanjutnya supaya menginformasikan kepada masyarakat melalui pemerintahan yang ada. Kami melaksanakan perintah tersebut dalam tahun 2008, ditujukan mulai kepada Bendesa Adat Desa Pakraman Angseri, Perbekel Desa Angseri, Camat Baturiti, Ketua PHDI Kec.Baturiti, Majelis Alit Kec.Baturiti, Bupati Tabanan, Ka.Kandepag.Kab.Tabanan, Ka.Disbudpar.Kab.Tabanan, Ketua PHDI Kab.Tabanan, majelis Madya Kab.Tabanan, Gubernur Bali, Ka.Kanwil.Depag.Prop.Bali, Ka.Disbud.Prop.Bali, Ketua PHDI Prop.Bali, Majelis Agung Prop.Bali, Ketua PHDI Pusat Jakarta dan Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Republik Indonesia di Jakarta.
Dalam tahun 2008 pula dilaksanakan renovasi terhadap 2(dua) pelinggih yang sebelumnya berupa bebaturan yang sangat sederhana selanjutnya dibuat lebih tinggi , yaitu pelinggih Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya dan pelinggih utama Ida Sanghyang Achintya.
Semoga tulisan yang singkat ini ada manfaatnya.

                                                                                                            Penulis,

                                                                                              
 






Mengenal
PURA LUHUR PUNCAK LES


1.      Gambaran Umum

Bali Pulau Surga, Bali Pulau Dewata, Bali Pulau Seribu Pura dan berbagai sebutan lainnya sebagai suatu pujian telah diberikan kepada Pulau Bali. Akan tetapi tidak begitu banyak yang mengerti atau bahkan tidak begitu banyak yang berusaha untuk memahami tentang mengapa berbagai sebutan itu diberikan kepada Pulau Bali. Adakah yang melatarbelakangi sehingga sebutan itu bisa melekat pada Pulau Bali, ataukah itu hanya sekedar sebutan yang dimunculkan karena ada suatu kepentingan tertentu atau erat berhubungan dengan program pengembangan Pulau Bali sebagai daerah tujuan pariwisata dunia ?

Terlepas daripada apa yang melatarbelakangi adanya penyebutan tersebut, bagi orang-orang penekun spiritual sampai tingkat dunia sekalipun sering mencurahkan perasaan atau mata bathinnya, bahwa daya magis tanah Bali lebih tinggi daripada India dan bahkan daya magis tanah Bali disebutkan tertinggi di dunia. Mengapa ?

Ada juga sebuah informasi yang kiranya cukup menarik untuk ditelaah, bahwa berdasarkan hasil pemotretan dari luar angkasa disebutkan di bumi ada suatu titik sinar yang terang dan paling terang di antara sinar yang lainnya. Konon penemuan sinar tersebut selanjutnya ditelusuri dan dianalisa, ternyata sinar tersebut mengarah pada Pulau Bali. Mengapa dan wilayah Pulau Bali yang dibagian mana ? Ada yang mengatakan sinar itu ada di bagian Bali Timur, dan bahkan sudah disimpulkan sinar itu di daerah Pura Lampu Hyang (Lempuyang). Benarkah ? Tidakkah sinar yang ditemukan itu ada sumbernya, dan kalau benar demikian sumbernya ada di mana ? Sampai saat ini penulis menganggap masih sebagai suatu misteri yang mesti ditelusuri dan dikaji lebih mendalam, baik melalui pustaka atau bacaan yang ada maupun secara spiritual yang selanjutnya bisa dipadukan. Utamanya melalui penelusuran spiritual, tentunya hal ini harus dilandasi dengan keheningan dan kejernihan pemikiran dengan melepaskan berbagai kepentingan yang ada.

Pulau “Bali” kalau kita simak maknanya dapat berarti “banten”, ada juga yang memaknai “wali”, di sisi yang lain ada yang memaknai tempat untuk “ke-m-(bali). Kalau kita simak sejarah dari perjalanan orang-orang suci dahulu seperti Rsi Markhandeya, Mpu Kuturan, Danghyang Nirartha, Danghyang Dwijendra yang telah menyelesaikan seluruh rangkaian perjalanan suci Beliau di Bali. Hal ini menandakan bahwa betapa tingginya nilai dan daya tarik Bali sehingga para orang suci dahulu sangat berkepentingan datang ke Bali, baik untuk melaksanakan penataan tentang konsep-konsep Hindu seutuhnya, mengadakan perjalanan suci (tirthayatra), maupun sekaligus untuk mengakhiri perjalanan suci Beliau yaitu moksah.

Sehubungan dengan uraian beberapa hal tersebut di atas, penulis mencoba memaparkan sisi lain Pulau Bali berdasarkan pengalaman dari suatu perjalanan spiritual yang tidak terduga bersama seorang penekun spiritual (Pan Mina) dari Desa Pakraman Angseri yang langsung berlaksana sesuai dengan pawisik, perintah berupa bebawosan yang beliau dapatkan. Seperti halnya perintah untuk mendirikan tempat suci (linggih) sebagai cikal bakal berdirinya suatu pura, maupun hal lainnya yang berhubungan dengan berbagai upacara yang menyertainya.

Fakta dari suatu perjalanan spiritual, kami temukan adanya bangunan tempat suci berupa rangkaian pelinggih yang masih sangat sederhana, sesuai dengan bebawosan sunya disebut pura yang baru boleh dipublikasikan sejak tahun 2000 Masehi. Sebagai suatu tempat suci yang terdiri dari sejumlah rangkaian pelinggih disebut dengan Pura Luhur Puncak Les.


2.      Sejarah Berdirinya Pura Luhur Puncak Les

Telah terjadi tiga kali perubahan nama sebelum penetapan nama rangkaian pelinggih menjadi Pura Luhur Puncak Les. Sejarah berdirinya linggih (pura) dimulai dengan prosesi nanceb turus lumbung pada tahun 1984. Prosesi ini dimulai berdasarkan perintah bebawosan dari Ida Bhatara Pucak Adeng. Adapun tahapan-tahapan prosesi ritual yang dilaksanakan sampai terwujudnya Pura Luhur Puncak Les, adalah sebagai berikut :

Pertama tahun 1984, prosesi nanceb turus lumbung dilaksanakan sesuai dengan petunjuk di pinggiran Tukad Dekah. Setelah nanceb turus lumbung, seiring dengan perjalanan waktu selama enam bulan, ada perintah lagi dari Ida Bhatara Pucak Adeng. Beliau mengamanatkan agar penggunaan pelinggih turus lumbung diganti dengan pelinggih bebaturan walaupun tampilannya sangat sederhana. Selanjutnya pelinggih yang berupa bebaturan tersebut supaya diberi nama Linggih Tengah Saru, yang bermakna linggih inti (utama) yang masih tersembunyi. Atas bebawosan Ida Bhatara Pucak Adeng, linggih tersebut tidak boleh disebarluaskan kepada masyarakat (umum) sebelum waktunya. Pan Mina sebagai pengawit nanceb turus lumbung senantiasa diharapkan selalu mengikuti perintah dan petunjuk Ida Bhatara, baik menyangkut pembangunan pelinggih berikutnya maupun upacara serta prinsip-prinsip / geguwat sunya yang mesti dilaksanakan.

Tahun 1987 dilaksanakan upacara pemelaspasan semua pelinggih yang berbentuk bebaturan yang sangat sederhana, seperti pelinggih Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya yang berada di ujung selatan areal Puncak Les dan pelinggih Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih yang berada di ujung utara areal Puncak Les. Kedua pelinggih tersebut berstatus pelinggih Rwa Bhineda. Di dalam areal utama berdiri beberapa pelinggih di antaranya pelinggih utama Ida Sanghyang Achintya (Ida Bhatara Siwa Tunggal), pelinggih Pengingkup, pelinggih Taksu Agung, pelinggih Pucak Blebu/ Pucak Lingga Jati, pelinggih Munduk Tegeh/ Pucak Terate Bang. Juga terdapat pelinggih Ida Bung Karno (didirikan atas permintaan khusus roh Bung Karno yang sudah mencapai kesucian, dengan tujuan agar Beliau dapat mengabdi kepada Ida Bhatara di Puncak Les. Bangunan lain yang juga ikut dipelaspas sebagai bangunan pendukung yaitu Bale Paruman, Apit Lawang, Bale Pesayuban dan Apit Surang.

Kedua, tahun 1988 atas perintah dan petunjuk Ida Bhatari Dewi Danu, supaya nama linggih diganti dengan nama Linggih Tengah Segara. Hal ini bermakna sebagai tempat suci / linggih yang berkedudukan tepat sebagai porosnya bumi.

Ketiga, dalam tahun 1988 pula atas perintah dan petunjuk Ida Sanghyang Achintya supaya nama linggih diganti dengan nama Puncak Sila Semana. Nama ini bermakna tempat utama sebagai tempat untuk duduk bersila melaksanakan yoga semadhi ngerastitian jagat beserta segala isinya.

Keempat, dalam tahun 1989 kembali atas perintah dan petunjuk Ida Sanghyang Achintya, supaya nama linggih diganti dengan  nama Puncak Les Pedabdab Jagat. Untuk mudahnya atas perkenan Beliau, diperbolehkan menggunakan nama Puncak Les saja, atau lebih tepat dengan nama Pura Luhur Puncak Les. Kata “Les” mempunyai makna “inti” atau “utama”, adalah tempat suci yang merupakan sumber/ sentral kehidupan yang dicari semua umat manusia maupun semua mahluk hidup di bumi ini.

3.      Status dan Fungsi Pura

Pura Luhur Puncak Les telah diperkenankan secara resmi untuk dipublikasikan sejak tahun 2000 Masehi. Pura Luhur Puncak Les sementara diemong oleh beberapa gelintir umat yang meyakini akan keberadaan tempat suci (pura) tersebut. Sebagai pengempon dan sekaligus sebagai penganceng adalah Puri Simpangan, Pejaten – Tabanan.
Berdasarkan pawisik/ bebawosan dari Beliau yang bersthana di Pura Luhur Puncak Les yaitu Ida Sanghyang Achintya (Ida Bhatara Siwa Tunggal), bahwa Pura Luhur Puncak Les merupakan puncak dari seluruh rangkaian pucak tempat suci yang ada, baik tempat suci yang sudah terpublikasikan maupun yang belum terpublikasikan.

Untuk lingkup Desa Angseri ada beberapa pura dengan status dan fungsi sebagai penyungsungan jagat yang belum terpublikasikan/ belum dikenal oleh masyarakat luas, diantaranya Pura Luhur Pucak Asah/ Natar Agung Pucak Tapak juga di Desa Pakraman Angseri.

Di wilayah Kabupaten Tabanan tempat suci yang sudah terpublikasikan dan menjadi sungsungan jagat (Kahyangan Jagat) diantaranya Pura Batukaru (Pucak Kedaton), Pura Pucak Terate Bang (Munduk Tegeh), Pura Ulun Danu Beratan (Pucak Beratan), Pura Pucak Resi (Pucak Sangkur), Pura Pucak Pengungangan, Pura Pucak Sari, Pura Pucak Tinggah, Pura Pucak Sri Nadhi, Pura Pucak Padang Dawa, Pura Natar Sari, Pura Tamba Waras, Pura Besi Kalung, Pura Pucak Petali, Pura Srijong, Pura Pakendungan, Pura Tanah Lot dan lainnya.

Di wilayah Bali sebagai Pura Kahyangan Jagat yang sudah terpublikasikan diantaranya Pura Pucak Mundi, Pura Goa Giri Putri, Pura Dalem Ped (Penataran Ped) semuanya di Nusa Penida. Di Bali daratan diantaranya Pura Dalem Puri, Pura Besakih dan Pura-Pura yang ada di lingkungannya seperti Pura Gelap, Pura Ulun Kul Kul dan lainnya, Pura Luhur Lempuyang, Pura Andakasa, Pura Melanting, Pura Goa Lawah, Pura Uluwatu, Pura Ulun Danu Batur, Pura Ponjok Batu, Pura Rambut Siwi, Pura Segara Rupek, Pura Pulaki. Di luar Bali ada Pura Gunung Semeru/ Pura Mandara Giri Semeru Agung, Pura Gunung Bromo (Jawa Timur), Pura Gunung Rinjani (Lombok – NTB), Pura Gunung Salak (Jawa Barat) dan lainnya di Indonesia.

Untuk di tingkat dunia (sesuai dengan pawisik/ bebawosan Ida Sanghyang Achintya) dan ini pantas menjadi renungan kita bersama, bahwa tempat-tempat yang disebut sebagai pusat penyebaran agama seperti halnya agama Hindu di India, agama Islam di Mekkah (Arab), agama Budha di Thailand, agama Kristen di Italia, agama Kong Hu Chu di Cina semuanya bermula dengan sentral Bali yaitu Puncak Les.

Manusia sebagai mahluk ciptaan Hyang Tunggal melalui pertemuan kekuatan Rwa Bhineda adalah yang paling sempurna, diharapkan akan mampu memahami tentang makna “Sangkan Paraning Dumadi”. Kehidupan pada hakekatnya berasal dari suatu sumber dan kehidupan akan kembali pada sumber tersebut. Sumber tersebut menurut hemat penulis  tiada lain adalah Puncak Les (Pura Luhur Puncak Les).

4.      Gambaran Lokasi Pura

Pura Luhur Puncak Les secara territorial termasuk wilayah Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Dari kota Tabanan berjarak lebih kurang 22 kilometer, dapat melewati dua jalur yaitu : (1) melalui jalur Kecamatan Penebel lewat Desa Senganan, dan (2) melalui jalur Kecamatan Marga melewati Desa Apuan (Kecamatan Baturiti).

Lokasi pura berada di lingkungan alam yang masih asri dengan hawa yang sejuk, disekelilingnya merupakan daerah perkebunan. Suhu udara berkisar antara 24 – 32 derajat Celsius pada siang hari dan antara 18 – 22 derajat Celsius pada malam hari.

Puncak Les sebagai suatu areal tempat suci, kalau ditinjau dari namanya bukanlah berada di puncak bukit, melainkan berada pada areal lembah tepatnya di pinggiran Tukad Dekah. Untuk dapat mencapai lokasi pura ini dapat ditempuh melalui berjalan kaki sejauh lebih kurang lebih 300 meter dari jalan raya ke utara, atau lebih kurang 600 meter sebelah utara Pura Luhur Pucak Tinggah – Angseri.

Suasana yang sangat hening akan menanti di lembah dengan daya magis spiritual yang sangat tinggi, dan sangat cocok untuk melaksanakan yoga semadhi. Berdasarkan penuturan dari pengawit pembuat linggih, sebelum Beliau yang bersthana di Puncak Les memberikan restu untuk membangun linggih, konon di lokasi tersebut sangat menakutkan yaitu sering muncul udara/ hawa gas beracun yang dapat mematikan. Setiap orang yang berkeinginan melewati lembah tersebut, harus berancang-ancang lari secepat mungkin. Gas beracun yang setiap saat keluar dari dalam goa tanah akan mengalir di lembah dan akan meracuni setiap yang lewat di lembah tersebut.

Seiring perjalanan waktu dan atas perkenan Beliau yang bersthana di Puncak Les untuk mewujudkan linggih di lokasi tersebut, hawa gas beracun semakin berkurang walaupun sewaktu-waktu keluar dari goa tanah yang tempat di ujung utara Pura Luhur Puncak Les. Gas tersebut tidak lagi membahayakan, asalkan kedatangan kita sebagai umat beragama ke lokasi Pura Luhur Puncak Les berlandaskan keheningan dan kejernihan pemikiran.

5.      Gambaran Formasi Linggih di Pura Luhur Puncak Les

Dari segi palebahan, areal Pura Luhur Puncak Les terdiri dari Jeroan (Utama Mandala), Jaba Tengah (Madya Mandala), Jaba Sisi atau Jaba Pisan (Nista Mandala). Pelinggih utama Pura Luhur Puncak Les berada di Utama Mandala, diabih oleh pelinggih dengan status putra maupun putu utama. Di pelinggih utama bersthana Ida Sanghyang Achintya, didampingi oleh pelinggih sthana Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya (tepat di belakang pelinggih utama). Pelinggih pengabih lainnya diantaranya pelinggih Pucak Terate Bang (Munduk Tegeh) sebagai pelinggih Ida Bhatara Siwa Brahma/ Ida Bhatara Brahma, pelinggih Pucak Lingga Jati (Pucak Blebu) sebagai pelinggih Ida Bhatara Siwa Wisnu/ Ida Bhatara Wisnu. Pelinggih lainnya yang ada di Utama Mandala yaitu linggih Taksu Agung, pelinggih Pengingkup yaitu sebagai pelinggih penghayatan semua Ida Bhatara yang belum dibuatkan pelinggih khusus. Ada juga pelinggih Griya Tejung Sari yaitu sebagai pelinggih junjungan para Brahmana dan Bhujangga. Selain itu ada pelinggih khusus atas permintaan roh suci Bung Karno yaitu dengan tujuan agar roh suci Beliau bisa melanjutkan pengabdian yang belum terlaksana pada masa perjuangan dahulu. Beliau sangat berkeinginan untuk selalu dapat mendekat dan berada di sentral jagat. Cara ini berkaitan erat dengan konsep Beliau berfikir, berkata dan berbuat/ berlaksana pada masa perjuangan dahulu. Pencetusan warna merah-putih yang merupakan symbol dua kekuatan (Rwa Bhineda), penggalian nilai-nilai Pancasila yang disebut-sebut sebagai budaya asli Indonesia adalah bersumber dari Puncak Les.

Ditinjau dari segi tata letak bangunan pelinggih di Pura Luhur Puncak Les, pelinggih utama yang ada di tengah-tengah menghadap ke Utara (arah kaja/ Gunung) dengan pamedalan agung menghadap ke Utara pula. Pelinggih lainnya ada yang menghadap ke Utara dan ada pula yang menghadap ke Barat. Ada dua bangunan pelinggih yang mencerminkan Rwa Bhineda yaitu pelinggih Predhana (linggih Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya) berada di ujung selatan areal pura dengan pelinggih dan pamedalannya menghadap ke Utara (kaja/ gunung). Satu lagi adalah pelinggih Purusa (linggih Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih) yang berada di ujung utara dengan pelinggih dan pamedalannya menghadap ke Selatan (Kelod).

6.      Pujawali di Pura Luhur Puncak Les

Pujawali di Pura Luhur Puncak Les dilaksanakan setiap satu tahun sekali tepatnya pada Purnama Sasih Katiga. Ada tiga tahapan dan tata cara pelaksanaan pujawali, yaitu : (1) Pertama, dilaksanakan mapejati (mapekeling) pujawali yang dilaksanakan pada tiga hari sebelum hari puncak pujawali.  Upakara yang digunakan yaitu peras daksina, tipat salaran, canang pengerawos, soda rayunan dan upakara ini munggah di linggih utama. (2) Kedua, pada hari puncak pujawali didahului dengan pelaksanaan nangian Ida Bhatara yang bersthana di Pura Luhur Puncak Les (Ida Sanghyang Achintya/ Ida Bhatara Siwa Tunggal), Ida Bhatara meraga Rwa Bhineda (Purusa - Predhana) yaitu Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih (Purusa) dan Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya (Predhana) dengan cara ngelinggihan di pascima. Selanjutnya adalah nangian Ida Bhatara selaku putra utama maupun selaku putu utama (lanang – isteri), yaitu Ida Bhatara yang bersthana di Pura Luhur Pucak Asah/ Pucak Tapak, Ida Bhatara yang bersthana di Pura Luhur Pucak Terate Bang/ Munduk Tegeh, Ida Bhatara yang bersthana di Pura Luhur Pucak Blebu/ Pucak Lingga Jati, Ida Bhatara yang bersthana di Pura Luhur Pucak Tinggah, dan Ida Bhatara pengingkup lainnya.

Pralingga/ pascima Ida Bhatara (lanang – isteri) yaitu Ida Bhatara Luhur Pucak Tinggah, Ida Bhatara Luhur Pucak Terate Bang, Ida Bhatara Luhur Pucak Blebu dan Ida Bhatara pengingkup lainnya kairing mendak pemucuk Ida Bhatara di Pura Luhur Pucak Asah (Ida Bhatara Siwa Suci) lanang – isteri, selanjutnya kairing lunga ke Pura Luhur Puncak Les. Sampai di Puncak Les, Ida Bhatara masandekan di Bale Paruman, lanjut katuran soda rayunan.

Tahapan berikutnya yaitu Ida Bhatara (lanang – isteri) sebagai status putra utama maupun putu utama dengan pemucuk Ida Bhatara Siwa Suci bersama-sama mamendak Ida Bhatari Lingsir Dalem Sidakarya (Predhana), kemudian kairing mamendak Ida Bhatara Lingsir Puncak Sang Kulputih (Purusa). Prosesi selanjutnya adalah kairing bersama-sama ke tengah untuk penunggalan Ida Bhatara maraga Rwa Bhineda. Selesai prosesi tersebut kembali masandekan dan katuran soda rayunan. Pascima linggih Ida Bhatara selanjutnya di tempatkan pada masing-masing pelinggih Beliau, seperti pascima linggih Ida Bhatara Wisnu ditempatkan pada pelinggih Pucak Blebu/ Pucak Linggajati dan seterusnya. Pascima linggih Ida Bhatara yang belum mempunyai pelinggih khusus ditempatkan di Bale Paruman. Setelah Ida Bhatara melinggih pada linggih Beliau masing-masing, dilanjutkan dengan nedunan dan ngelinggihan teteken/ keris pajenengan luk 21 (selikur) lanang-isteri pada pelinggih Ida Bhatara Siwa Tunggal yaitu pelinggih di tengah.

Puncak pujawali mulai dilaksanakan lebih kurang pukul 22.00 wita, diawali dengan persembahan Tari Wali Rejang dan Baris. Pelaksanaan pujawali, upakara munggah di pelinggih utama dan di Bale Paruman adalah : suci gede, canang pangerawos, tipat salaran, parebuan auban, tapakan soda rayunan. Sedangkan di pelinggih lainnya upakara munggah adalah : parebuan auban, tapakan, soda rayunan. Untuk pararencang/ prekangge Ida Bhatara adalah : segehan agung, segehan macan putih, segehan buaya putih, segehan hanoman putih, segehan singa putih, segehan naga, segehan surya, segehan bulan, segehan cakra, segehan durga siyu.  Pada pukul 24.00 wita (negdeg tenga lemeng) dilaksanakan upacara pralina yadnya (ngamoksahan yadnya) dan panyineban, Ida Bhatara semua katuran mawali ke linggih sunya soang-soang. (3) Tahapan ketiga, dilaksanakan setelah tiga hari pelaksanaan pujawali, yaitu menghaturkan pamelayagan, dengan upakara munggah di pelinggih utama yaitu : tipat sidakarya, tipat bantal, canang meraka, soda rayunan. Dengan pelaksanaan ini maka seluruh rangkaian pujawali di Pura Luhur Puncak Les sudah selesai.

Memperhatikan pangemong yang ada saat ini dengan jumlah dan kondisi yang masih sangat terbatas, sehingga pujawali dilaksanakan dengan penuh kesederhanaan tanpa mengurangi makna dari pujawali itu sendiri.

7.      Pangawit dan Pangetut Pura Luhur Puncak Les

Tersebutlah seorang penekun spiritual yang bernama Pan Mina dari Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan – Bali. Beliau adalah yang berlaksana sesuai dengan petunjuk Ida Bhatara, sebagai pangawit nanceb turus lumbung yang merupakan cikal bakal berdirinya Pura Luhur Puncak Les. Atas jasa dan peranan Beliau Pan Mina dalam perjalanan spiritualnya membangun tempat suci berdasarkan petunjuk-petunjuk sunya yang diberikan, maka atas restu Ida Sanghyang Achintya (Ida Bhatara Siwa Tunggal), Ida Bhatara Pucak Tinggah menganugerahi Beliau gelar Sumbu Dharma Dewa.

Sebagai pangetut pertama Pura Luhur Puncak Les adalah Prthi Sentana Shri Arya Sentong Simpangan, Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan yang selanjutnya atas restu Beliau di Pura Luhur Puncak Les ditugaskan sebagai penganceng. Sebelum ngetut Pura Luhur Puncak Les, adalah terlebih dahulu ngetut Pucak Asah (Pura Luhur Pucak Asah) yang lokasinya juga ada di Desa Pakraman Angseri, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dalam tahun 2003.


8.      P e n u t u p

Demikian sekilas pemaparan mengenai Pura Luhur Puncak Les, dan dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa Pura Luhur Puncak Les merupakan sumber/ sentral dari kehidupan di bumi, adalah sebagai tempat asal mula kehidupan manusia hal mana selanjutnya kehidupan akan kembali kepada-Nya.

Ditinjau dari segi status dan fungsi, Pura Luhur Puncak Les adalah merupakan Kahyangan Jagat, dalam hal ini sebagai pura/ tempat suci Kawitan Jagat. Sudah sepatutnya semua umat beragama bersujud atau menghaturkan sembah bakti sekaligus memohon ampunan dihadapan-Nya. Puncak Les (Pura Luhur Puncak Les) adalah tempat/ sthana Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Sanghyang Achintya. Beliau adalah Hyang Esa/ Tunggal yang menciptakan manusia laki dan perempuan pertama kali melalui kekuatan jenyana-Nya. Beliau adalah Penguasa Tunggal di bumi dan sebagai penentu segalanya. Dari Beliau juga tercipta tiga dasar kehidupan yang hakiki dalam berlangsungnya kehidupan di bumi, seperti yang kita rasakan dan nikmati sampai saat ini. Ketiga dasar kehidupan yang dimaksud adalah Bayu, Sabda dan Idep. Apa yang ada pada diri manusia (Bhuana Alit) sebagai mahluk ciptaan Beliau yang dianggap paling sempurna maupun mahluk hidup lainnya adalah juga terdapat di alam semesta (Bhuana Agung).

Secara umum ada beberapa pantangan yang mesti diperhatikan bagi yang ingin ke Pura Luhur Puncak Les adalah berlaku umum seperti ke tempat suci lainnya yaitu tidak sedang mengalami sebel/ cuntaka, dan sejenisnya seperti menstruasi bagi perempuan. Bagi yang baru pertama sekali napak Pura Luhur Puncak Les terutama tidak pada saat pujawali/ odalan, utamanya bagi perempuan tidak diperkenankan untuk berjalan paling depan menuju Pura Luhur Puncak Les, yaitu guna menghindarkan terjadinya gangguan yang bersifat niskala dari pararencang.

Harapan penulis, bagi yang ingin mendalami lebih lanjut agar berlandaskan pikiran yang hening dan penuh kesucian serta memiliki kemauan yang kuat untuk menelusurinya, tidak semata-mata melalui penelusuran pustaka/ tattwa, tetapi lebih banyak melalui pendalaman spiritual.-

                                                ********************

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking